Rabu, 13 November 2013

Artikel

Bahasa Alay Merusak Literatur Bahasa Bangsa Kita
Aan Listanto Amdrian
SMAN 1 GIRI /XIA 6



Indonesia telah merdeka lebih dari 68 tahun lamanya.  Hal ini menandakan bahwa bangsa Indonesia  telah menggunakan Bahasa indonesia secara meluas di seluruh nusantara  tanpa ada tekanan dari para penjajah. Bahasa indonesia sudah dimasukkan di dalam UUD 1945 dan diperkuat oleh UUD pasal 36 yang mengatakan “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Oleh karena itu secara teori sudah seharusnya kita sebagai Bangsa Indonesia Fasih dan lancar dengan literatur yang baik dan benar. Tetapi dalam mempraktikkannya, kita masih belum atau tidak sama sekali berbicara bahasa Indonesia yang sesuai dengan kesepakatan EYD.
Maklum (bukan berarti membenarkan) kita adalah bangsa dengan berbagai macam suku, budaya serta logat dan literatur bahasa yang bermacam pula, sehingga literatur bahasa indonesia yang baik dan benar sedikit bahkan mengikuti literatur bahasa daerah tetapi dengan menggunakan bahasa indonesia. Belum lagi literatur bahasa daerah yang bercampur aduk dengan literatur bahasa Indonesia, pada tahun 2000an muncul Bahasa Gaul  yang sekarang berkembang menjadi Bahasa Alay.  Bahasa ini merombak baik susunan kata maupun literatur menjadi salah kaprah.
Kali ini penulis akan menganalisis letak kesalahan yang mungkin sering kali kita lupakan tetapi masih sering kita lakukan, khususnya penggunaan bahasa alay yang saat ini makin banyak pengguna bahasa ini baik dari kalangan remaja maupun kalangan dewasa  serta mengajak kita semua untuk menggunakan  literatur bahasa yang telah disempurnakan oleh EYD.
Bahasa Alay dalam kegiatan sehari-hari
            “ Gua ngasih lue uang”.
            “ papa ngantar adik ke school”.
Bahasa alay ini jika diartikan ke bahasa indonesia menjadi “ Saya memberi kamu uang ” dan “Ayah mengantar adik ke sekolah”. kalimat ini adalah benar , jika hanya jika kalimat ini pasif. Jika menjadi aktif seharusnya diberi akhiran –kan pada kata “memberi” yang menjadi “memberikan” dan “mengantar” yang menjadi “mengantarkan”
Bahasa Alay dalam Kegiatan Formal
            “pak, kita ijin mau keluar buat ngambil buku”.
Kata “kita” dalam kalimat tersebut berarti pelaku mengajak si yang diajak bicara yang seharusnya diganti dengan kata “kami” , kata “ijin” yang seharusnya diganti dengan kata “izin”, kata “buat” yang seharusnya adalah kata “untuk” dan kata “ngambil” seharusnya adalah kata “mengambil”.
Penutup
            Disadari atau tanpa sadari, kalimat kalimat yang dicontohkan seperti di atas sering kita ucapkan. Berulang ulang kita mengucapkan dengan literatur yang keliru membuat hal itu seakan akan sudah menjadi budaya, bahkan na’udzubillah kita sudah tidak mempedulikan bagaimana literatur susunan kalimat yang baik dan benar  sesuai EYD. Satu-satunya solusi adalah kembali kepada diri kita masing-masing, kita mau  atau tidak  merubah kebiasaan kita. Kita harus bangga dengan negara Indonesia, karena banyak negara negara yang pernah dijajah terpaksa menganut bahasa dari Bangsa lain. Contohnya negara Swiss, mereka terpaksa menganut 4 bahasa. Sementara indonesia , meskipun sudah pernah dijajah 2 bangsa sekaligus kita tidak menganut bahasa mereka. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita bangga dan meninggalkan kebiasaan yang dapat merusak literatur bahasa kita serta menjunjung tinggi bahasa indonesia sebagai Bahasa Nasional terlebih memperkenalkan bahasa indonesia kepada dunia dan menjadi bahasa internasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar