Bahasa Alay Merusak Literatur Bahasa Bangsa
Kita
Aan Listanto Amdrian
SMAN 1 GIRI /XIA 6
Indonesia
telah merdeka lebih dari 68 tahun lamanya.
Hal ini menandakan bahwa bangsa Indonesia telah menggunakan Bahasa indonesia secara
meluas di seluruh nusantara tanpa ada
tekanan dari para penjajah. Bahasa indonesia sudah dimasukkan di dalam UUD 1945
dan diperkuat oleh UUD pasal 36 yang
mengatakan “Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”. Oleh karena itu secara teori sudah seharusnya kita sebagai
Bangsa Indonesia Fasih dan lancar
dengan literatur yang baik dan benar. Tetapi dalam mempraktikkannya, kita masih
belum atau tidak sama sekali berbicara bahasa Indonesia yang sesuai dengan
kesepakatan EYD.
Maklum
(bukan berarti membenarkan) kita
adalah bangsa dengan berbagai macam suku, budaya serta logat dan literatur
bahasa yang bermacam pula, sehingga literatur bahasa indonesia yang baik dan
benar sedikit bahkan mengikuti literatur bahasa daerah tetapi dengan
menggunakan bahasa indonesia. Belum lagi literatur bahasa daerah yang bercampur
aduk dengan literatur bahasa Indonesia, pada tahun 2000an muncul Bahasa Gaul yang sekarang berkembang menjadi Bahasa Alay. Bahasa ini merombak baik susunan kata maupun
literatur menjadi salah kaprah.
Kali
ini penulis akan menganalisis letak kesalahan yang mungkin sering kali kita
lupakan tetapi masih sering kita lakukan, khususnya penggunaan bahasa alay yang
saat ini makin banyak pengguna bahasa ini baik dari kalangan remaja maupun
kalangan dewasa serta mengajak kita
semua untuk menggunakan literatur bahasa
yang telah disempurnakan oleh EYD.
Bahasa Alay dalam kegiatan sehari-hari
“ Gua ngasih
lue uang”.
“
papa ngantar adik ke school”.
Bahasa alay ini jika
diartikan ke bahasa indonesia menjadi “ Saya memberi kamu uang ” dan “Ayah mengantar
adik ke sekolah”. kalimat ini adalah benar , jika hanya jika kalimat ini pasif.
Jika menjadi aktif seharusnya diberi akhiran –kan pada kata “memberi” yang
menjadi “memberikan” dan “mengantar” yang menjadi “mengantarkan”
Bahasa Alay dalam Kegiatan Formal
“pak, kita
ijin mau keluar buat ngambil buku”.
Kata “kita” dalam
kalimat tersebut berarti pelaku mengajak si yang
diajak bicara yang seharusnya diganti dengan kata “kami” , kata “ijin” yang
seharusnya diganti dengan kata “izin”, kata “buat” yang seharusnya adalah kata
“untuk” dan kata “ngambil” seharusnya adalah kata “mengambil”.
Penutup
Disadari atau tanpa sadari, kalimat kalimat yang
dicontohkan seperti di atas sering kita ucapkan. Berulang ulang kita
mengucapkan dengan literatur yang keliru membuat hal itu seakan akan sudah
menjadi budaya, bahkan na’udzubillah
kita sudah tidak mempedulikan bagaimana literatur susunan kalimat yang baik dan
benar sesuai EYD. Satu-satunya solusi
adalah kembali kepada diri kita masing-masing, kita mau atau tidak merubah kebiasaan kita. Kita harus bangga
dengan negara Indonesia, karena banyak negara negara yang pernah dijajah terpaksa
menganut bahasa dari Bangsa lain. Contohnya negara Swiss, mereka terpaksa menganut
4 bahasa. Sementara indonesia , meskipun sudah pernah dijajah 2 bangsa
sekaligus kita tidak menganut bahasa mereka. Oleh karena itu sudah sepatutnya
kita bangga dan meninggalkan kebiasaan yang dapat merusak literatur bahasa kita
serta menjunjung tinggi bahasa indonesia sebagai Bahasa Nasional terlebih
memperkenalkan bahasa indonesia kepada dunia dan menjadi bahasa internasional
Bahasa Alay Merusak Literatur Bahasa Bangsa
Kita
Aan Listanto Amdrian
SMAN 1 GIRI /XIA 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar